Blitar - Kalau mendengar keripik nangka atau apel, pasti anda sudah terbiasa. Tapi bagaimana dengan keripik debog?
Pasti bikin penasaran ingin mencobanya. Ya, keripik ini katanya berbahan dasar debog atau bonggol pisang.
"Saya selalu bawa oleh-oleh ini kalau ke Malang. Orang biasanya mengira ini keripik jamur, padahal debog," ujar seorang konsumen, Titik (47), di sebuah toko pusat oleh-oleh di Jalan Anjasmara Kota Blitar.
Penasaran dengan cara membuatnya, detikcom berkunjung ke rumah
produsennya. Berada jauh sekitar 30 km barat Kota Blitar, tepatnya di
Dusun Bakalan Desa/Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar.
Sang
pembuat adalah Umi Nihayah (46), yang mulai berinovasi dengan keripik
debog pada 2013 silam. Umi aslinya memang pembuat kue kering. Suatu
saat, dia menemukan resep debog dari internet.
"Saya sangat penasaran, gimana rasanya. Karena di sini gampang sekali dapat debog, lalu saya coba bikin sedikit ," tuturnya.
Debog atau bonggol pisang yang masih basah (baru diambil) dikupas sampai ke umbi utama. Lalu dipotong tipis-tipis, direndam air selama 24 jam. Diberi bumbu yang terdiri dari garam, bawang putih, kunyit, ketumbar dan daun jeruk. Bumbu yang sudah dihaluskan lalu dicampur tepung beras dan diberi air. Irisan debog dicelupkan dalam adonan bumbu, lalu digoreng di minyak yang panasnya mencapai 200 derajat celcius.
Tak perlu lama menggorengnya, karena dalam satu menit debog dalam baluran tepung bumbu sudah kering. Rasanya renyah gurih.
Hasil olahan keripik debog pertama itu, katanya, sengaja dia makan sendiri. Takutnya tidak enak atau beracun. Namun setelah diicipi dan tidak berefek samping, diapun membawanya ke jamaah tarawih di Masjid dekat rumahnya.
"Ibu-ibu pada senang. Renyah enak katanya. Setelah semua makan baru mereka bertanya, keripik apa ini. Saya jawab debog, semua tertawa. Dikiranya saya bergurau," tutur ibu dua putra ini.
Sejak saat itulah, keripik debog buatan Umi mendapat banyak pesanan. Apalagi saat itu menjelang Lebaran. Ketika Lebaran usai, rupanya sang putra berinisiatif menawarkannya ke toko oleh-oleh milik teman kuliahnya di Mojokerto.
"Ada sisa sama anak saya dipacking aluminium foil lalu ditawarkan ke toko temannya di Mojokerto. Alhamdulillah, mereka langsung pesan banyak. Ya sejak saat itu saya tekuni bikin keripik debog sampai sekarang," tutur Umi.
Dalam sebulan, Umi mampu memproduksi 100 kg keripik debog. Dia kemas dalam dua kemasan, yang berat 100 gram dibanderol Rp 12.500. Sedangkan yang berat 250 gram harganya Rp 25.000
"Kalau yang lokasinya jauh, mereka packing sendiri. Saya jualnya curah, tapi minimum pembelian 5 kg dengan harga Rp 58 ribu/kg," tuturnya.
Keripik debog racikan Umi menyajikan empat varian rasa. Ada rasa keju, original, pedas dan sapi panggang.
Dari usaha keripik debog ini, Umi bisa meraup omzet Rp 10 juta per bulan. Dengan tiga karyawan, dia melayani pesanan dari berbagai daerah. Seperti Malang, Kediri, Tulungagung, Mojokerto dan Surabaya. Keripik Debog produksi Umi juga sudah mendapat sertifikasi Halal dari MUI dan izin resmi dari BPOM. (hns/hns)
Pasti bikin penasaran ingin mencobanya. Ya, keripik ini katanya berbahan dasar debog atau bonggol pisang.
"Saya selalu bawa oleh-oleh ini kalau ke Malang. Orang biasanya mengira ini keripik jamur, padahal debog," ujar seorang konsumen, Titik (47), di sebuah toko pusat oleh-oleh di Jalan Anjasmara Kota Blitar.
"Saya sangat penasaran, gimana rasanya. Karena di sini gampang sekali dapat debog, lalu saya coba bikin sedikit ," tuturnya.
Debog atau bonggol pisang yang masih basah (baru diambil) dikupas sampai ke umbi utama. Lalu dipotong tipis-tipis, direndam air selama 24 jam. Diberi bumbu yang terdiri dari garam, bawang putih, kunyit, ketumbar dan daun jeruk. Bumbu yang sudah dihaluskan lalu dicampur tepung beras dan diberi air. Irisan debog dicelupkan dalam adonan bumbu, lalu digoreng di minyak yang panasnya mencapai 200 derajat celcius.
Tak perlu lama menggorengnya, karena dalam satu menit debog dalam baluran tepung bumbu sudah kering. Rasanya renyah gurih.
Hasil olahan keripik debog pertama itu, katanya, sengaja dia makan sendiri. Takutnya tidak enak atau beracun. Namun setelah diicipi dan tidak berefek samping, diapun membawanya ke jamaah tarawih di Masjid dekat rumahnya.
"Ibu-ibu pada senang. Renyah enak katanya. Setelah semua makan baru mereka bertanya, keripik apa ini. Saya jawab debog, semua tertawa. Dikiranya saya bergurau," tutur ibu dua putra ini.
Sejak saat itulah, keripik debog buatan Umi mendapat banyak pesanan. Apalagi saat itu menjelang Lebaran. Ketika Lebaran usai, rupanya sang putra berinisiatif menawarkannya ke toko oleh-oleh milik teman kuliahnya di Mojokerto.
"Ada sisa sama anak saya dipacking aluminium foil lalu ditawarkan ke toko temannya di Mojokerto. Alhamdulillah, mereka langsung pesan banyak. Ya sejak saat itu saya tekuni bikin keripik debog sampai sekarang," tutur Umi.
Dalam sebulan, Umi mampu memproduksi 100 kg keripik debog. Dia kemas dalam dua kemasan, yang berat 100 gram dibanderol Rp 12.500. Sedangkan yang berat 250 gram harganya Rp 25.000
"Kalau yang lokasinya jauh, mereka packing sendiri. Saya jualnya curah, tapi minimum pembelian 5 kg dengan harga Rp 58 ribu/kg," tuturnya.
Keripik debog racikan Umi menyajikan empat varian rasa. Ada rasa keju, original, pedas dan sapi panggang.
Dari usaha keripik debog ini, Umi bisa meraup omzet Rp 10 juta per bulan. Dengan tiga karyawan, dia melayani pesanan dari berbagai daerah. Seperti Malang, Kediri, Tulungagung, Mojokerto dan Surabaya. Keripik Debog produksi Umi juga sudah mendapat sertifikasi Halal dari MUI dan izin resmi dari BPOM. (hns/hns)